PERLUKAH BAHASA KAMORO DI REVITALISASI
Ronny Sanderson
Sokoy*
Pada
dasarnya, revitalisasi merupakan suatu upaya pelindungan bahasa daerah di
Indonesia supaya bahasa daerah tersebut dapat terlindungi. Upaya pelindungan
bahasa tertuang pula dalam (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang
Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan; (2) Peraturan
Pemerintah Nomor 57 Tahun 2014 tentang Pengembangan, Pembinaan, dan Pelindungan
Bahasa dan Sastra serta Peningkatan Fungsi Bahasa Indonesia; dan (3) Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 42 Tahun 2018 tentang Kebijakan
Nasional Kebahasaan dan Kesastraan. Beberapa peraturan tersebut menjelaskan
secara detail bahwa upaya pelindungan bahasa memiliki peran penting dalam
menjaga aset kekayaan bangsa tak benda,
mempertahankan identitas dan jati diri, serta memperkuat kebinekaan di
Indonesia. Semua bahasa di Indonesia diharapkan dapat terlindungi dengan telah
melewati rangkaian upaya pelindungan bahasa, mulai dari pemetaan bahasa hingga
konservasi dan/atau revitalisasi sesuai dengan situasi, kondisi, dan
karakteristik bahasa tersebut.
Berkaitan dengan hal tersebut, upaya
revitalisasi menjadi ujung tombak keberlanjutan upaya pelindungan bahasa di
daerah. Salah satu keluaran revitalisasi yang diharapkan dapat terus
berkelanjutan adalah jumlah penutur muda yang bertambah. Meskipun Kementerian
Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melalui Badan Pengembangan dan
Pembinaan Bahasa telah melakukan berbagai upaya pelindungan dengan rangkaian
kegiatan yang terbilang banyak dan panjang, tetapi keberlanjutan bahasa daerah
tetap berada di tangan penutur bahasa daerah dan pemerintah daerah itu sendiri.
Hal inilah yang menjadikan kegiatan revitalisasi bahasa perlu didukung adanya
petunjuk teknis revitalisasi bahasa supaya memudahkan pelaksana pelindungan
bahasa, terutama perevitalisasi melakukan kegiatan revitalisasi bahasa di
Indonesia. Dengan begitu, kegiatan revitalisasi bahasa dapat berjalan optimal
dengan koordinasi yang jelas dan terarah sesuai dengan peta jalan upaya
pelindungan bahasa.
Bahasa
Kamoro adalah salah satu bahasa daerah di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua. Menurut sumber
kepustakaan yang ada, bahasa Kamoro termasuk bahasa-bahasa Papua (Papuan
Languages), yakni Filum Pegunungan Tengah (Trans New Guinea Phylum), yang
dikelompokkan dalam Stok Tengah Tenggara (Central and South New Guinea Stock),
di bawah keluarga bahasa Asmat-Kamoro (Wurm-Hattori, 1981).
Berdasarkan laporan-laporan
kebahasaan terdahulu, bahasa Kamoro disebut dengan berbagai nama yang
berbeda-beda, misalnya bahasa Mimika, bahasa Lakahia, Nagramadu, Mukamuga,
Kaokonau, Umari 2, Neferipi, Maswena. Sebutan-sebutan tersebut berdasarkan
daerah pakai, kelompok subetnis, dan penyebutan dialek, baik oleh penuturnya
maupun oleh peneliti dan orang dari luar.
Bahasa Kamoro dewasa ini penuturnya semakin berkurang, yaitu hanya kalangan
tua yang secara alami populasinya akan terus menurun yang dapat berbahasa daerah, sedangkan kaum
muda walaupun populasinya meningkat, tetapi tidak pernah
bertambah jumlahnya sebagai penutur bahasa
ibunya. Bahasa Kamoro dianggap
kurang dapat memenuhi kebutuhan
berkomunikasi di zaman
globalisasi ini terutama
pada komunitas yang semakin heterogen
di Kabupaten Mimika. Melihat realitas yang ada, semakin banyak penutur bahasa daerah yang enggan menggunakan
bahasa daerahnya, baik di rumah maupun dalam pergaulan sehari‐hari.
Akibat dari keengganan ini, ranah penggunaan bahasa daerah semakin menyempit.
Bahasa Kamoro kurang atau tidak lagi digunakan pada ranah keluarga,
ranah agama, ranah lingkungan, dan ranah pertemanan sebagai bahasa
pilihan dalam komunikasi sehari‐hari karena berbagai alasan, seperti pengaruh globalisasi,
ketidaksinambungan komunikasi jika berbahasa daerah, dan perkawinan campur. Generasi muda tidak tertarik menggunakan bahasa daerahnya
karena pemakaiannya yang terbatas
jika dibandingkan dengan
bahasa Indonesia. Kaum muda
kurang memiliki upaya untuk
mengerti
dan
memahami
bahasa ibunya.
Fakta‐fakta/gejala di atas terjadi
karena desakan dan kalah
bersaing dengan bahasa Indonesia Melayu Papua dan bahasa asing, termasuk
bahasa kaum migran, ditambah lagi
dengan
merosotnya
loyalitas penutur bahasa
Kamoro terhadap bahasa ibunya, yang juga ditandai
kemerosotan loyalitas terhadap budaya lokalnya. Berdasarkan fakta-fakta yang dipaparkan di
atas, maka sudah seharusnya bahasa Kamoro perlu segera direvitalisasi agar
bahasa Kamoro tidak punah suatu saat dan hanya tinggal kenangan saja.
Nimaome
Akuare Ndaata
(mari belajar bahasa)
Tapare
Mimika iwaoto
(kami sayang Tanah Mimika)
*) Jakarta, 1 November 2022. Mari kita
dukung program Revitalisasi Bahasa Daerah di Papua!
*)
Duta Bahasa Provinsi Papua 2019