Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Senin, 09 Januari 2023

PERSEBARAN BAHASA KAMORO

 

MENGENAL BAHASA KAMORO DAN PERSEBARANNYA

            Ronny Sanderson Sokoy*

 

Bahasa daerah di Indonesia terancam kepunahan akibat desakan berbagai faktor dari luar dan dari dalam bahasa daerah itu. peran dan fungsinya yang besar untuk  pembangunan di Indonesia, bahasa daerah perlu diperkuat melalui upaya revitalisasi agar terhindar dari kepunahan. Dengan berbagai upaya revitalisasi, penambahan daya bahasa daerah dapat dilakukan sehingga bahasa itu mampu bertahan. Kelestarian bahasa daerah perlu         dipertahankan karena dalam konteks sosial Indonesia bahasa daerah merupakan sumber pemerkaya dan pemberdaya bahasa Indonesia, yang merupakan bahasa nasional dan sumber hikmah budaya berkesinambungan, yang dapat mempertahankan keseimbangan sosial. Upaya revitalisasi yang dilakukan terhadap bahasa daerah tidak dapat disamakan dengan upaya yang lazim dilakukan di berbagai negara, tetapi disesuaikan dengan kebijakan pemerintah untuk mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Revitalisasi bahasa  daerah dikelompokkan ke dalam tiga upaya, yakni pelindungan, pengembangan, dan pembinaan bahasa daerah.

Revitalisasi merupakan proses penambahan daya (vitality) bahasa yang terancam kemusnahan dengan tujuan agar bahasa itu memenuhi fungsinya untuk komunitas penutur (Grenoble dan Whaley 2006: 7-21). Penambahan daya bahasa mencakupi upaya pelindungan dan pengembangan bahasa serta pembinaan penutur bahasa. Lazimnya, upaya penguatan sumber daya bahasa terkait dengan ancaman kepunahan bahasa karena penutur bahasa (mulai)                 meninggalkan bahasa itu. Kenyataan menunjukkan bahwa bahasa daerah di Indonesia dicuaikan dan ditinggalkan penuturnya karena bahasa lain yang lebih luas daya jangkau komunikasinya (language of wider communicaion) dapat menggantikan bahasa itu dalam berbagai ranah (domain) penggunaan bahasa untuk mencapai peluang sosial dan ekonomi yang                       lebih luas. Penyesuaian dan perpindahan ke bahasa dengan komunikasi lebih luas itu terjadi karena berbagai faktor luar dan dalam bahasa. Untuk menyelamatkan bahasa daerah yang terancam punah diperlukan upaya revitalisasi. Upaya revitalisasi ini bervariasi dan berlangsung sejalan dan sesuai dengan kebijakan di dalam masyarakat atau suatu negara. Di Indonesia kebijakan bahasa mencakupi kebijakan atas bahasa daerah, bahasa Indonesia sebagai           bahasa nasional, dan bahasa asing.

Bahasa daerah perlu diberdayakaan karena bahasa daerah  yang menjadi bahasa ibu sebagian besar penduduk Indonesia dan sumber pemerkaya dan pemberdaya bahasa Indonesia, terancam punah. Bahasa Kamoro adalah salah satu bahasa daerah di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua. Menurut sumber kepustakaan yang ada, bahasa Kamoro termasuk bahasa-bahasa Papua (Papuan Languages), yakni Filum Pegunungan Tengah (Trans New Guinea Phylum), yang dikelompokkan dalam Stok Tengah Tenggara (Central and South New Guinea Stock), di bawah keluarga bahasa Asmat-Kamoro (Wurm-Hattori, 1981).    Berdasarkan laporan-laporan kebahasaan terdahulu, bahasa Kamoro disebut dengan berbagai nama yang berbeda-beda, misalnya bahasa Mimika, bahasa Lakahia, Nagramadu, Mukamuga, Kaokonau, Umari 2, Neferipi, Maswena. Sebutan-sebutan tersebut berdasarkan daerah pakai, kelompok subetnis, dan penyebutan dialek, baik oleh penuturnya maupun oleh peneliti dan orang dari luar.      Daerah pakai bahasa Kamoro cukup luas di wilayah pantai selatan, yakni mulai Sungai Opa (134o 45’ Bujur Timur) ke Sungai Karumuga (137o 5’ Bujur Timur). Ke arah selatan, bahasa Kamoro terdapat di Teluk Etna sampai Sungai Mukamuga (Silzer, 1991). Wilayah ini termasuk Kabupaten Mimika, Provinsi Papua. Dari 12 distrik di Kabupaten Mimika, delapan distrik berbahasa Kamoro dengan berbagai dialek. Artinya, mungkin saja dalam kampung-kampung tertentu pada setiap distrik itu penuturnya menggunakan bahasa lain, tetapi secara umum pemakai bahasa Kamoro lebih dominan dalam delapan distrik tersebut. Dari delapan distrik tersebut, satu distrik yang sudah dominan bahasa Melayu Papua adalah Distrik Mimika Baru karena sudah termasuk wilayah perkotaan. Deskripsi ini diambil dari lima kampung dengan dua ragam. Ragam pertama,  yaitu Kampung Ayuka dari Distrik Mimika Timur Jauh dan Tipuka dari Distrik Mimika Timur. Ragam kedua adalah Kampung Koperapoka, Nawaripi, dan Nayaro dari Distrik Mimika Baru. Lima kampung ini memiliki satu badan yang disebut Yayasan Yu Amako, yang mengusahakan deskripsi struktur bahasa Kamoro yang dipakai di lima kampung itu. 

Sebagaimana telah disinggung di atas bahwa bahasa Kamoro terdapat pada delapan distrik di Kabupaten Mimika. Dengan wilayah pakai yang cukup luas, sudah tentu bahasa Kamoro cukup banyak variasi dialektalnya. Namun, sampai saat ini belum pernah dibuat pemetaan variasi ragam-ragam bahasa Kamoro itu sehingga belum diketahui secara pasti jumlah dialek dan subdialek.   Berdasarkan sumber-sumber kepustakaan terdahulu, beberapa penulis menyebutkan jumlah dialek bahasa Kamoro. Orang pertama adalah Drabe (1953), yang menyatakan bahwa bahasa Kamoro memiliki enam dialek, yaitu dialek Westelijk, Tarja, Midden, Kamoro, Wania, dan Mukumuga. Jumlah penutur waktu itu disebutnya, tetapi wilayah pakai tidak dirinci dengan jelas. Pendapat lain dikemukakan oleh Purba (2000) bahwa bahasa Kamoro memiliki enam dialek tetapi berbeda penyebutan namanya dengan penulis terdahulu. Dialek-dialek yang disebutkan Purba adalah dialek Pantai, Koprapoka, Wania, Potoy-Buru, Hiripau, dan Iwaka. Nama yang sama dalam kedua laporan di atas adalah Wania. Tidak dijelaskan pula wilayah pakai setiap dialek dengan baik.  Perlu diketahui bahwa dalam ilmu dialek yang disebut dialektologi, variasi ragam bahasa biasanya diperhitungkan berdasarkan jarak fonologis dan leksikon dengan rumus dialektometri (Seguy, 1973). Berdasarkan perhitungan dialektometri itu, variasi bahasa dapat dipilah dalam lima tingkatan, yaitu beda bahasa, beda dialek, beda subdialek, beda wicara, dan tidak beda. Persentase perhitungan dialektometri di Indonesia telah dipakai oleh Ayatrohaedi (1979, 1985) dan telah disarankan perbaikannya oleh Lauder (1993). Saran berikut yang diusulkan Fautngil (2008) untuk bahasa-bahasa di Papua sebagai berikut. Tingkat beda bahasa 80% ke atas, beda dialek 60%-79%, beda subdialek 30%-59%, beda wicara 20%-29%, dan tidak beda antara 0-20%.


Sumber : https://news.detik.com/berita/d-5833409/nuansa-magis-di-balik-ukiran-eksotis-suku-kamoro-papua

 

*) Jakarta, 9 Januari 2023 . Mari kita dukung program Revitalisasi Bahasa Daerah di Papua!

 *) Duta Bahasa Provinsi Papua 2019

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KEKERASAN SEKSUAL

 BERKOLABORASI MELAWAN KEKERASAN SEKSUAL Kekerasan seksual menjadi topik yang hangat di media, banyak sekali berita-berita yang bermunculan...